Liburan Panjang minggu kemarin, saya sempatkan untuk mengunjungi objek wisata, yang baru saja menjadi buah bibir di kalangan teman - teman yang suka gowes alias bersepeda.
Yaa,, objek tersebut adalah jembatan gantung Selopamioro atau lebih banyak dikenal dengan Jembatan Gantung Siluk.
Sungguh diluar dugaan saya. Ternyata Kabupaten Bantul memiliki potensi wisata sepeda yang begitu memukau. Ya, Jembatan Gantung Siluk, Imogiri Bantul ini, tidak kalah dari keindahan objek wisata lain di Imogiri seperti Makam Raja - Raja Mataram, Makam Seniman, ataupun Taman Buah Mangunan.
Sungguh diluar dugaan saya. Ternyata Kabupaten Bantul memiliki potensi wisata sepeda yang begitu memukau. Ya, Jembatan Gantung Siluk, Imogiri Bantul ini, tidak kalah dari keindahan objek wisata lain di Imogiri seperti Makam Raja - Raja Mataram, Makam Seniman, ataupun Taman Buah Mangunan.
Saya memang belum berkesempatan mengunjungi Jembatan Gantung Siluk dengan gowes bersepeda bersama - sama, namun hasrat saya untuk mengunjungi dan membuktikan keindahana alamnya sangat besar, sehingga dengan diantar oleh mas saya, sore itu saya meniti jalan Imogiri Timur, menuju Jembatan Gantung Siluk.
Saya berangkat dari Kotagede, mengikuti jalan RingRoad Selatan lurus ke barat sampai perempatan Giwangan, kemudian belok ke kiri atau arah lurus ke selatan ( inilah Jalan Imogiri Timur ). Sampai ada percabangan jalan, yang ke kiri menuju arah Pasar imogiri, maka teman - teman mengambil arah ke kanan. Hingga nanti setelah sekitar 3km dikiri jalan ada SMP Negeri 2 Imogiri ( teman - teman yang belum familiar dengan jalan ini harus sangat jeli, karena letak SMP Negeri 2 Imogiri ini tidak memangku badan jalan. Saya sendiri saja kesasar, padahal saya asli orang Jogja, hehehe ). Saat teman - teman melihat SMP Negeri 2 Imogiri di kiri jalan, maka beloklah ke kiri atau lurus ke timur, disini ada jalan aspal, silakan ambil jalan itu. Kira kira 500m sebelum jembatan Siluk. Ikuti jalan aspal tersebut, maka teman - teman akan menemukan Jembatan Gantung Siluk di kanan jalan atau sebelah selatan jalan.
( Foto 1. Akses Jalan Menuju Jembatan Gantung Siluk )
Teman - teman itulah jalur yang sebenarnya untuk menuju Jembatan Gantung Siluk. Namun, disini saya akan menceritakan pengalaman kesasar saya, pada saat itu saya benar - benar tidak melihat SMP Negeri 2 Imogiri, maka saya lurus saja, mengikuti jalan aspal, kemudian saya sampai di Jembatan Siluk.
( Foto 2. Jembatan Siluk )
Jembatan ini juga bernama Jembatan Siluk, namun bukanlah ini tujuan wisata kita. Jembatan Siluk ini ada 2 buah, disebelah kiri jembatan ini ( mohon maaf saya tidak mempunyai fotonya ) adalah jembatan asli dan sudah tidak bisa diakses karena sudah aus. Dan di sebelahnya dibangun jembatan baru sebagai jembatan pengganti, guna memudahkan perjalanan menuju Panggang, Gunung Kidul.
Saya menelusuri jalan aspal tersebut, mas saya bilang bahwasanya jika lurus makan jalanan akan menanjak dan sampai ke Panggang, Wonosari, Gunung Kidul. Saya berbelok arah, kembali lagi ke jembatan Siluk ( Foto 2. diatas ) saya bertanya ke penduduk sekitar dimana letak jembatan gantung Siluk, ada seorang bapak - bapak yang sedang menjemur jerami mengatakan lurus saja ( artinya jalan saya benar ), kemudian beliau bilang sebelum jalan Bantul - Panggang tersebut menikung, maka di sebelah kiri jalan ada akses jalan yang disemen ke arah pedesaan. Maka berbekal informasi dari bapak tersebut, saya dan mas saya melaju lagi, kembali menuju arah semula. Beberapa saat kemudian, sekitar 1km saya menemukan akses jalan desa yang dimaksud, kami berbelok ke kiri dan menelusurinya.
Jalan ini begitu... bisa dikatakan tidak terawat, maklum jalan desa, hanya di semen ala kadarnya, dan banyak terdapat batu - batuan gunung berwarna putih, jalanan pun begitu sempit, ditambah di sisi kiri kanan jalan digunakan warga untuk menjemur jerami, sehingga beberapa kali motor yang kami naiki menggilas tanpa ampun jemuran jerami warga tersebut, hehehe maaf...piss!!
Di sepanjang jalan desa itu saya duduk di boncengan mas saya dengan tidak nyaman, jalan begitu buruk, dan sempit. Kami hampir tidak melepas senyum dan permisi ke warga setempat, yang pada sore hari tersebut, banyak dari mereka yang duduk - duduk di luar rumah atau menjemur jerami.
Tapi kesemuanya tidak membuat saya jengkel ( ada sih pas awal - awalnya, hehe ), masuk terus menembus jalan desa itu sampai entah nama daerah itu apa, saya melihat pemandangan yang begitu mengagumkan, betapa tidak, rumah - rumah warga yang mungil, mayoritas dari anyaman bambu itu, berdiri asri dipangku oleh tebing batu yang menjulang gagah di belakanngya, menaungi si pemilik rumah. dari rumah satu ke rumah yang lain, dipisahkan oleh hamparan sawah - sawah nan hijau lengkap dengan gubug di pinggirnya, ada juga kebun yang ditanami berbagai palawija. bahkan, di sisi kiri jalan sawah itu begitu anggun dengan manajemen teraseringnya, menjulang dari atas perbukitan nan hijau menurun berundak - undak sampai bawah, di bawhnya para warga asyik menggembala kambing, sekadar momong anak di sore hari itu.
Kekaguman saya tidak serta merta mengaburkan logika saya, saya merasa ini jalan kok nggak berujung ya, mana hari semakin petang saja. Walaupun saya sangat takjub dengan desa itu, namun jika ditawari menetap disana, saya harus pikir seribu kali, untuk satu dua hari mungkin enjoy, tapi menetap, haduh ngeri, lihat saja jam saya baru menunjukkan pukul 4 sore, tapi suasana desa yang alami, asri, sepi ini begitu pas menusuk tengkuk saya, ada rasa ngeri juga, bagaimana kalo malam hari disini, lengkap dengan desiran angin yang sejuk dari pepohonan di atas bukit sana, brrrr.... nggak kuku, penerangan juga remang - remang, hiiii... :-{ :-{
Saya tiga kali bertanya ke warga sekitar, mereka membenarkan arah kami tepat ke jembatan gantung Siluk, bahkan salah satu yang saya tanya adalah anak kecil yang lagi jajan, hehe.
Perjalanan tersebut saya rasa ada 20 menitan dari arah jalan utama Bantul - Panggang tadi, mungkin karena jalan desa, harus tahu sopan - santun, akses jalan yang buruk, pemandangan yang menyilaukan mata, dan ketidakyakinan kami bahwa jalan tersebut benar yang membuat sore itu perjalanan terasa panjang.
Setelah menyabarkan diri menelusuri jalan desa tersebut, akhirnya kami menemukan Jembatan Gantung Siluk di kiri jalan, hah... akhirnya setelah bersusah susah dahulu, girang kemudian. Howreey :-P
Jalan ini begitu... bisa dikatakan tidak terawat, maklum jalan desa, hanya di semen ala kadarnya, dan banyak terdapat batu - batuan gunung berwarna putih, jalanan pun begitu sempit, ditambah di sisi kiri kanan jalan digunakan warga untuk menjemur jerami, sehingga beberapa kali motor yang kami naiki menggilas tanpa ampun jemuran jerami warga tersebut, hehehe maaf...piss!!
Di sepanjang jalan desa itu saya duduk di boncengan mas saya dengan tidak nyaman, jalan begitu buruk, dan sempit. Kami hampir tidak melepas senyum dan permisi ke warga setempat, yang pada sore hari tersebut, banyak dari mereka yang duduk - duduk di luar rumah atau menjemur jerami.
Tapi kesemuanya tidak membuat saya jengkel ( ada sih pas awal - awalnya, hehe ), masuk terus menembus jalan desa itu sampai entah nama daerah itu apa, saya melihat pemandangan yang begitu mengagumkan, betapa tidak, rumah - rumah warga yang mungil, mayoritas dari anyaman bambu itu, berdiri asri dipangku oleh tebing batu yang menjulang gagah di belakanngya, menaungi si pemilik rumah. dari rumah satu ke rumah yang lain, dipisahkan oleh hamparan sawah - sawah nan hijau lengkap dengan gubug di pinggirnya, ada juga kebun yang ditanami berbagai palawija. bahkan, di sisi kiri jalan sawah itu begitu anggun dengan manajemen teraseringnya, menjulang dari atas perbukitan nan hijau menurun berundak - undak sampai bawah, di bawhnya para warga asyik menggembala kambing, sekadar momong anak di sore hari itu.
( Foto 3. Terasering di sepanjang jalan desa )
Subhanallah, hanya kata itu yang berkali - kali terucap, sebenarnya saya ingin berteriak - teriak ( tapi takut di sangka gila, apalagi di desa orang, hehe ), sungguh hati saya takjub, tidak menyangka di Jogja ada tempat seperti itu, sore itu saya benar - benar tidak percaya bahwa saya bonceng motor di atas tanah Selopamioro, Imogiri, Bantul, Jogja.
Kekaguman saya tidak serta merta mengaburkan logika saya, saya merasa ini jalan kok nggak berujung ya, mana hari semakin petang saja. Walaupun saya sangat takjub dengan desa itu, namun jika ditawari menetap disana, saya harus pikir seribu kali, untuk satu dua hari mungkin enjoy, tapi menetap, haduh ngeri, lihat saja jam saya baru menunjukkan pukul 4 sore, tapi suasana desa yang alami, asri, sepi ini begitu pas menusuk tengkuk saya, ada rasa ngeri juga, bagaimana kalo malam hari disini, lengkap dengan desiran angin yang sejuk dari pepohonan di atas bukit sana, brrrr.... nggak kuku, penerangan juga remang - remang, hiiii... :-{ :-{
Saya tiga kali bertanya ke warga sekitar, mereka membenarkan arah kami tepat ke jembatan gantung Siluk, bahkan salah satu yang saya tanya adalah anak kecil yang lagi jajan, hehe.
Perjalanan tersebut saya rasa ada 20 menitan dari arah jalan utama Bantul - Panggang tadi, mungkin karena jalan desa, harus tahu sopan - santun, akses jalan yang buruk, pemandangan yang menyilaukan mata, dan ketidakyakinan kami bahwa jalan tersebut benar yang membuat sore itu perjalanan terasa panjang.
Setelah menyabarkan diri menelusuri jalan desa tersebut, akhirnya kami menemukan Jembatan Gantung Siluk di kiri jalan, hah... akhirnya setelah bersusah susah dahulu, girang kemudian. Howreey :-P
( Foto 4. Jembatan Gantung Siluk, saya tiba dari arah jalan desa yaitu arah kiri foto, dan jika menelusuri jalan yang benar, makan akan tiba dari arah kanan foto )
Disini saya melihat pemandangan yang tidak kalah luar biasa, jembatan ini menghubungkan
antara Desa Selpamioro dengan Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul.
Jembatan kuning ini berdiri gagah membentang di atas Sungai Oyo yang melintasi Bantul, sedangkan Sungai Oyo sendiri berhulu di Kabupaten Gunung Kidul atau Samudera Hindia.
Saya kebetulan sampai di Objek Wisata ini pada saat matahari telah bersiap untuk singgah di ufuk barat, maka pemandangan sunset-lah yang saya nikmati di atas Jembatan Kuning yang dibangun oleh Pasukan Militer Republik Indonesia ini.
antara Desa Selpamioro dengan Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul.
Jembatan kuning ini berdiri gagah membentang di atas Sungai Oyo yang melintasi Bantul, sedangkan Sungai Oyo sendiri berhulu di Kabupaten Gunung Kidul atau Samudera Hindia.
( Foto 5. Sungai Oyo tampak dari atas Jembatan )
( Foto 6. Sungai Oyo tampak dari bawah Jembatan )
( Foto 7. Pemandangan Sore di Jembatan Kuning )
( Foto 8. Sungai Oyo di Sore Hari )
( Foto 9. Jembatan Kuning di Sore Hari )
Pemandangan di atas Jembatan Kuning ini begitu mengagumkan, bayangkan saja di bawah jembatan gantung yang membentang dari selatan ke utara ini, mengalir dengan indahnya Sungai Oyo. Di sore hari airnya memantulkan cahaya jingga sang surya yang akan beristirahat setelah seharian menyinari bumi, merefleksikan kemolekan hamparan tebing batu yang menjulang gagah di sebelah selatan dan utara jembatan ini, Ruuuuuaaar Biasa.. !!
( Foto 10. Tebing batu di sebelah selatan jembatan )
( Foto 11. Tebing batu di sebelah utara jembatan, tampak dari bawah jembatan )
Jembatan Gantung Siluk ini, merupakan jembatan umum, siapa saja boleh melintas, namun bergantian, dan gratis tanpa ada retribusi. Keberadaan jembatan ini sangat membantu transportasi penduduk dari kedua desa. Bisa dibayangkan, apabila jembatan ini tidak ada, maka penduduk dari kedua desa yang bersebrangan ini harus memutar lebih jauh melewati jembatan jalan kabupaten yang berada di jalan penghubung Imogiri dengan Pantai Parangtritis.
( Foto 12. Salah satu pedagang yang menyebrang )
Jembatan ini juga memperlancar perekonomian rakyat kecil dan menengah dari kedua desa. Traffic jembatan ini paling padat pada pagi saat penduduk berangkat sekolah, bekerja, dan ke ladang. Dan sore hari saat penduduk kembali dari ladang.
Pada saat saya membonceng mas saya, untuk menyebrangi jembatan ini dengan sepeda motor, jantung saya benar - benar ingin lepas, bagaimana tidak, saat melintasi tengah - tengah jembatan, jembatan tersebut berayun. Saya benar - benar berfikir yang tidak - tidak, bagaimana kalau tiba - tiba putus, Astagfirullah... Saya memang phobia ketinggian.
Padahal para ABG yang kebetulan banyak yang mengunjungi jembatan tersebut, dengan lincah menaiki sepeda motornya wara - wiri melintasi jembatan. Hah... sepertinya saya memang harus ingat umur.
( Foto 13. Saya berdiri kaku di tengah jembatan yang bergoyang goyang )
Lokasi jembatan ini sering digunakan penduduk sekitar maupun wisatawan untuk sekedar menikmati alam dengan duduk - duduk di pinggir Sungai Oyo ( tentu saat tidak pasang ), berfoto narsis di jembatan, maupun pembuatan foto prewedding.
Nah... Setelah puas mengagumi alam, mengabadikan beberapa foto untuk kenang - kenangan, turun dan merasakan pasir serta air Sungai Oyo, uji mental saya dengan menyebrangi jembatan dengan berjalan maupun naik sepeda motor. Saya dan mas saya memutuskan pulang, karena hari sudah petang. Kami tidak lagi mengulangi kesalahan jalur kami, kami-pun menyusuri jalan yang benar untuk kembali ke Jogja,, :-) :-) saya tidak membayangkan kalau saat matahari sudah tak ada seperti sore itu, dan saya harus menyusuri jalan desa yang berliku dan gelap serta bergeronjal, :'( :'(...... But Overall, saya benar - benar tidak menyesal harus kesasar... :-D :-D
Saat menyusuri jalan aspal untuk pulang, kami masih sempat untuk menikmati hamparan tebing batu di sisi utara kami, dan Sungai Oyo di sisi selatan kami, lengkap dengan lembayung jingga.
Nah... Setelah puas mengagumi alam, mengabadikan beberapa foto untuk kenang - kenangan, turun dan merasakan pasir serta air Sungai Oyo, uji mental saya dengan menyebrangi jembatan dengan berjalan maupun naik sepeda motor. Saya dan mas saya memutuskan pulang, karena hari sudah petang. Kami tidak lagi mengulangi kesalahan jalur kami, kami-pun menyusuri jalan yang benar untuk kembali ke Jogja,, :-) :-) saya tidak membayangkan kalau saat matahari sudah tak ada seperti sore itu, dan saya harus menyusuri jalan desa yang berliku dan gelap serta bergeronjal, :'( :'(...... But Overall, saya benar - benar tidak menyesal harus kesasar... :-D :-D
Saat menyusuri jalan aspal untuk pulang, kami masih sempat untuk menikmati hamparan tebing batu di sisi utara kami, dan Sungai Oyo di sisi selatan kami, lengkap dengan lembayung jingga.
( Foto 14. Tebing batu menjulang di sisi utara jalan,
pemandangan ini mengikuti hampir separo perjalanan pulang saya )
( Foto 15. Tebing batu di atas tempat hunian warga )
( Foto 16. Di sepanjang perjalanan pulang, sisi utara juga dihiasi Terasering )
( Foto 17. Akses jalan menuju dan pulang ke dan dari Jembatan Gantung Siluk, yang berawal dan berakhir di SMP N 2 Imogiri :-P )